Di era memesan makanan hanya dengan jentikan jari, penggunaan kemasan makanan Styrofoam sudah menjadi kebiasaan yang tidak terelakkan. Praktis, tidak gampang bocor, mudah dibawa, dan tentunya sangat efisien membuat Styrofoam menjadi pilihan terbaik sebagai bahan kemasan makanan.
Styrofoam sebenarnya adalah nama merk dagang dari Dow Chemical Company. Terbuat dari polistirena, sebuah senyawa kimia yang berbahan dasar minyak bumi. Ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ilmuwan bernama Ray McIntire, Styrofoam pun mulai populer di Amerika Serikat pada tahun 1954. Namun beberapa dekade kemudian, banyak wilayah-wilayah di dunia mengeluarkan larangan penggunaan Styrofoam sebagai bahan kemasan makanan.
Pelarangan penggunaan Styrofoam disebabkan adanya anggapan tentang kandungan dalam kemasan makanan Styrofoam yang apabila berpindah dari kemasan ke makanan lalu masuk ke dalam tubuh dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan.
Lalu bagaimana sebenarnya penggunaan Styrofoam sebagai bahan kemasan makanan, apakah memang aman atau benar membahayakan?
Pada dasarnya, kemasan makanan Styrofoam terbuat dari polistirena, sebuah polimer dengan monomer stirena yaitu hidrokarbon cair yang diciptakan secara komersial dari minyak bumi. Stirena sendiri merupakan senyawa turunan dari benzena, zat yang terbukti sebagai penyebab kanker bagi manusia.
Benzena adalah zat yang tidak dapat larut pada air, sehingga tidak akan bisa dikeluarkan melalui urin atau feses. Akibatnya benzena akan tersimpan dalam darah, yang apabila terpapar dalam waktu yang lama akan menumpuk dan akan mengganggu sistem metabolisme tubuh.
Sementara itu, kandungan kemasan makanan Styrofoam stirena, apabila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu dan dalam jangka panjang dapat mengurangi produksi sel darah merah yang dibutuhkan tubuh untuk mengangkut sari pati makanan dan oksigen ke seluruh tubuh. Tubuh pun akan mengalami anemia dan terjadi beberapa gangguan saraf seperti cemas, gelisah, kelelahan, dan sulit tidur.
Sebuah penelitian pada sekelompok ibu menyusui di New Jersey, menemukan bahwa ASI dapat terkontaminasi oleh stirena pada ibu yang makan menggunakan kemasan makanan Styrofoam. Zat stirena ini dapat juga menulari janin melalui plasenta pada ibu-ibu yang mengandung.
Di Indonesia sendiri, penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan sebenarnya sudah diatur oleh BPOM. Regulasinya tertuang dalam UU no 18 tahun 2012 tentang pangan serta PerKa BPOM no HK 03.1.23.07.11.6664 tahun 2011 dan no 16 tahun 2014 tentang pengawasan kemasan pangan. Kemasan makanan Styrofoam tetap aman digunakan apabila memenuhi aturan batas residu stirena yaitu sebesar 5000 ppm (part per million). Angka yang ditetapkan oleh Food and Drugs Administration (FDA).
Pengujian sampel kemasan makanan Styrofoam oleh BPOM pernah dilakukan pada tahun 2009. Pengujian dilakukan pada 17 kemasan makanan Styrofoam menemukan bahwa kandungan residu stirena masih terbukti dalam batas aman, yaitu 10-43 ppm.
Pada dasarnya kesehatan tetap yang nomor satu. Meskipun penggunaan kemasan makanan Styrofoam dianggap aman, tidak ada salahnya kita tetap waspada dengan dampak buruk yang bisa ditimbulkan. Beberapa hal yang harus diperhatikan saat akan menggunakan kemasan makanan Styrofoam :
- Sebaiknya makanan tidak bersentuhan langsung dengan kemasan makanan Styrofoam. Gunakan plastik atau kertas nasi sebagai alasnya.
- Jangan gunakan kemasan makanan Styrofoam untuk mewadahi makanan berkadar minyak tinggi, berlemak, dan mengandung alkohol. Juga untuk hindari untuk makanan panas.
- Jangan memanaskan makanan menggunakan kemasan makanan Styrofoam, baik melalui microwave atau alat pemanas apapun.
- Tidak menggunakan kemasan makanan makanan Styrofoam berulang kali.
Itulah informasi terkait penggunaan styrofoam untuk kemasan makanan. Temukan kemasan berkualitas di sini. Rhinoplas merupakan perusahaan besar nasional yang bergerak di industri plastik. Produk aneka plastik yang dihasilkan tentu berkualitas dan terbaik. Klik di sini untuk selengkapnya.
